(Thu, 16 Jan 2014)
Nova A. Mugijanto, Ketua Bidang Penunjang Operasi Lepas Pantai national Ship Owners' Assosiation (INSA), mengatakan investasi itu berupa pengadaan offshore jenis anchor handling tug (AHT) dan anchor handling tug and supply (AHTS) sejak 2005 hingga Juni 2013.
Menurutnya pertumbuhan sejumlah kapal offshore untuk kedua jenis itu sangat signifikan setelah pemerintah menerapkan azas cabotage yang mengharuskan komo-ditas domestik diangkut kapal Indonesia. "Selain penerapan asas cabotage, kegiatan offshore juga semakin marak seperti kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas nasional," ujarnya, Selasa (8/10). Dalam kurun 8 tahun, paparnya, pertumbuhan kapal jenis AHT bebendera Merah Putih melesat hingga 1.400 % menjadi 45 unit per Juni 2013 dibanding dengan 2005 yang hanya tercatat tiga unit. Kapal jenis AHT merupakan armada yang dioperasikan untuk kegiatan towing atau menarik barge atau rig bahkan flatform lepas pantai di Indonesia.
Untuk kapal offshore jenis AHTS yang berbendera Indonesia hingga Juni berjumlah 87 unit dari sebelumnya pada 2005 belum ada satupun yang dimiliki olehoperator nasional. Kapal AHTS yakni kapal yang mendukung berbagai kebu-tuhan barge, rig atau plattform lepas pantai.
Secara terperinci, Nova menjelaskan nilai investasi kapal jenis AHT dalam rangka mendukung asas cabotage sejak 2005 hingga Juni 2013 mencapai US$252 juta ekuivalen Rp2,82 triliun, sementara investasi untuk kapal AHTS mencapai US$1,001 miliar atau sekitar Rp11,2 triliun. Menurutnya, operator kapal nasional yang tergabung dalam INSA juga tengah mengembangkan skema kemitraan bisnis dengan investor asing. Kerjasama itu melalui pembentukan perusa-haan patungan pengadaan kapal offshore sesuai dengan regulasi pelayaran nasional terkait penerapan asas cabotage.
MENJANJIKAN
Nova menambahkan prospek bisnis di sektor lepas pantai sangat menjanjikan yang sejalan dengan kebijakan asas cabotage, terlebih penggunaan kapal untuk kegiatan offshore juga masih banyak berbendera luar negeri. Persentase kapal asing yang beroperasi di sektor offshore dalam negeri tinggal 10%, sementara nasional telah menguasai 90%.
Namun Nova memaparkan kapal asing masih menguasai kontrak sewa kapal offshore. Pada tahun ini, katanya, INSA juga mengajak pelaku usaha nasional, terutama kontraktor kontruksi lepas pantai, pelaku usaha pengerukan bawah air untuk mensukseskan program cabotage atas kapal yang akan habis masa dispensinya.
Berdasarkan KM 48/2011 tentang Penerapan asas Cabotage Hulu Migas, pemerintah masih memberikan dispensasi pengoperasian kapal asing untuk kegiatan lepas pantai dan pengerjaan bawah air hingga akhir tahun ini. Selain itu, dispensasi penggunaan kapal asing untuk kegiatan survey migas juga berakhir pada Desember 2015.
Menghadapi itu semua, pelayaran nasional secara umum telah siap dari sisi pengadaan kapal, dan anggota INSA sangat membuka diri dan siap membangun kemitraan dan investasi bersama pelaku usaha di sector yang akan habis masa dispensinya, paparnya.
Sementara itu, Koordinator Indonesia Cabotage Advo-cation Forum (Incafo) Idris H. Sikumbang menilai pelaksaan asas cabotage tidak menjadi penghambat investor asing di sektor maritime.
Asas cabotage yang telah berjalan 8 tahun terakhir, secara dinamis mendorong pertumbuhan pelayaran nasional. Dia menegaskan asas Cabotage berdampak positif terhadap pertumbuhan sector lain, seperti industry galangan dan komponen pendukungnya, industry keuangan dan perpajakan. Dan yang paling penting, cabotage tidak membatasi investasi asing karena ada pola join venture dalam industry pelayaran maupun sektor terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar